Nasib Uang Recehku

Pernah sekali waktu, saya mendapatkan penolakan. Bukan ditolak oleh seorang wanita. Melainkan, ditolak oleh ibuk-ibuk penjaga warung. Akar permasalahannya berawal ketika saya ingin membeli sebuah roti. Nah... berhubung saat itu  saya lagi gak Ada duit Dan cuma pegang uang receh. Antara malu Dan gengsi (yah ketimbang kelaperan kan) saya pakai uang receh itu sebagai modal transaksi untuk membeli seonggok roti tadi.

Harga rotinya cuma Rp 3000 aja sih. Tapi, berhubung saya pake uang receh. Roti tadi kesannya tuh jadi kayak barang mahal gitu. Saya sampai bela-belain bawa kantung plastik buat nampung uang receh pecahan Rp 100 yang saya bawa itu. Saya lupa nominal pasti uang receh yang saya bawa hari itu. Yang jelas hari itu, orang-orang sampai mengira saya habis merampok sebuah bank. Yah, namanya juga manusia. Terkadang, hidupnya terasa belum lengkap jika belum mencela sesamanya.

Oke, kesampingkan dulu persoalan itu. Kita kembali fokus pada topik yang menjadi bahasan. Singkat cerita, saya ditolak mentah-mentah oleh ibuk penjaga warung itu Karena membayar dengan uang recehan. "Jiamput!!" batin saya. Dengan entengnya ibuk itu berbicara seperti ini, "maaf, mas. Jangan pakai uang receh, ya." Apakah sebegitu tidak bernilainya uang receh dimata orang-orang kita sekarang. Saat itu, karena kondisi perut sedang lapar Dan badan rasanya agak lemas, jadinya saya agak malas juga berdebat.
Hari itu, saya sebetulnya sedikit tidak terima diperlakukan seperti itu. Saya betul-betul tidak terima karena merasa dibedakan dari pembeli-pembeli lainnya. Mentang-mentang pembeli lainnya pakai uang kertas, pelanggan seperti saya malah diacuhkan. Ketika saya mencoba bertanya apa sebab sampai ibuk itu tidak mau menerima uang receh dari saya. Ibuk itu beralasan seperti ini, "hari ini uang recehnya sudah terlalu banyak, mas." Mendengar Alasan seperti itu, saya cuma bisa elus dada. Ya, Tuhan. Ternyata Ada juga ya orang model seperti ini. Untungnya, ketika saya merogoh saku celana bagian belakang, lebih tepatnya di sisi saku celana sebelah kiri, saya menemukan uang kertas pecahan Rp 2000. Dan asal kalian tahu, itu adalah satu-satunya uang kertas yang saya temukan dari tiap saku dari  celana Dan kemeja yang saya kenakan.

Akhirnya saya berikanlah uang kertas itu dengan ditambah pecahan koin Rp 100 sebanyak 10 koin yang sebelumnya sudah saya plester terlebih dahulu menggunakas selotip. Ibu itu terdiam sejenak. Mungkin dalam hatinya berbicara seperti ini, "ni anak kok kere amat, yak." Yasudahlah mungkin karena iba dengan saya, kemudian ibu itu mau menerima sejumlah uang yang saya berikan padanya.

Setelah mendapatkan apa yang saya butuhkan, buru-buru saya langsung bergegas pergi meninggalkan warung itu. Dua, tiga langkah, saya melangkahkan kaki saya menuju pagar warung, ibuk-ibuk itu dengan nada yang cukup tinggi tiba-tiba saja berteriak memanggil saya, "Mas-mas." "Ada apa lagi buk?" Buru-buru saya menengok kebelakang sambil menunjukkan tampang agak sebal. "Ini kelebihan," katanya, sambil mengacungkan sebuah koin ke udara. Saya terdiam sejenak. Pelan-pelan, saya dekati ibuk itu Dan lalu berkata, "Ambil saja Buk."

Mohon maaf karena saya tidak mempublikasikan gambar dan lokasi warung yang bersangkutan. Hal ini saya lakukan untuk menghindari Masalah yang berpotensi Akan menjadi isu yang berkepanjangan. Daripada kita mengeluh Dan saling mencela lebih baik bersama-sama kita berkontemplasi. Sekali lagi, cerita yang saya tulis ini benar-benar terjadi pada diri saya. Tidak Ada niat untuk menyudutkan kelompok tertentu. Motivasi saya menulis cerita ini murni hanya ingin berbagi. Jadi, mohon maaf jika Ada pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan tulisan ini.

Popular posts from this blog

SAMSUNG GALAXY S6 KENA PALU

Kalijodo Di atas Tanah Negara